Sekar Kedaton, sangatlah sesuai dengan wujudnya yang memang cantik. Itulah Dyah Wiyat yang punya alasan untuk gelisah. Benda bernama cermin yang mampu memantulkan wujudnya lebih nyata dan lebih sempurna daripada permukaan jambangan yang penuh air membuat hatinya gelisah. Bukan cermin itu yang membuatnya resah, tetapi orang yang menghadiahi benda itu. Dan, emban yang bersimpuh di depannya menatap Sekar Kedaton dengan cemas. Ia layak cemas karena telah menyembunyikan sebuah keterangan yang penting. Emban itu tidak mengatakan siapa pemberi cermin itu sebenarnya. ”Sudah lama ia pergi?” Sekar Kedaton mempertegas. Emban di depannya menyembah. ”Belum lama, Tuan Putri,” jawabnya. ”Dengan berjalan kaki mungkin baru saja melintas pintu gerbang Purawaktra. Masih belum jauh.” Sekar Kedaton mondar-mandir tak tahu bagaimana harus mengambil sikap. Namun, sebuah tindakan memang harus diambil, apakah dengan membiarkan orang itu pergi atau menyusulnya. Ke depan Sekar Kedaton dihadapkan pada kenyataan, lelaki yang kini menjadi suaminya, apakah akan dikuasainya sendiri atau dimiliki berbagi dengan orang lain.[download]
Format : Ebook.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar