Laman

Jumat, 17 Juni 2011

Bidadari – Bidadari Surga


By: Tere Liye

mungkin besok pagi, boleh jadi pula nanti malam. Benar-benar tidak ada waktu lagi. Anak anakku, sebelum semuanya terlambat, pulanglah...."
Wajah keriput nan tua itu menghela nafas. Sekali. Dua kali. Lebih panjang. Lebih berat. Membaca pesan itu entah untuk berapa kali lagi. Pelan menyeka pipinya yang berlinang, juga lembut menyeka dahi putri sulungnya,
wanita berwajah pucat yang terbaring lemah di hadapannya. Mengangguk. Berbisik lembut: "Ijinkan, Mamak mengirimkannya, Lais.... Mamak mohon...." Pagi indah datang di lembah itu. Cahaya matahari mengambang di antara kabut. Embun menggelayut di dedaunan strawberry. Buahnya yang beranjak ranum nan memerah. Hamparan perkebunan strawberry terlihat indah terbungkus selimut putih sejauh mata memandang.Satu bilur air mata akhirnya ikut menetes dari wanita berwajah redup yang terbaring tak
berdaya di atas tempat tidur. Mereka berdua bersitatap satu sama lain, lamat-lamat. Lima belas detik senyap. Hanya desau angin lembah menelisik daun jendela. Ya Allah, sungguh sejak kecil ia menyimpan semuanya sendirian. Sungguh. Demi adik-adiknya. Demi kehidupan mereka yang lebih baik. Ia rela melakukannya. Tapi, sepertinya semua sudah usai. Waktunya sudah selesai. Tidak lama lagi. Sudah saatnya mereka tahu. Sudah saatnya.... Perempuan berwajah pucat di atas ranjang berusaha tersenyum, dengan sisa-sisa tenaga. Sedikit terbatuk, bercak darah merah mengalir dari sela bibir bersama dahak. Bernafas sesak. Semakin kesakitan. Namun sekarang muka tirusnya mengembang oleh sebuah penerimaan. Ia perlahan mengangguk.  [download]

Format : Ebook.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar